Ceria di Open House

Ceria di Open House 2

PENDAFTARAN SISWA BARU 2010/2011

Tahun Pelajaran 2010/2011 Smart Class YSKI Tanjung kembali menerima siswa baru. Tahun ini proses seleksi ditangani penuh oleh YSKI terutama dalam hal pelaksanaan tes inteligensi.

Lembaga yang menangani tes kecerdasan sebagai syarat masuk Smart Class adalah ACC (Atonement Counseling Center-Pusat Konsultasi Psikologi) yang beralamat di Jl. Hawa IV, No. 8 Semarang, telp. (024)8445053.

Pada acara HUT ke-39 PG-TK-SD Kr 3 YSKI, 7 Februari 2010, ACC memberikan layanan tes penjajagan kecerdasan gratis untuk anak yang berusia kurang dari 6 tahun. Hasil tes yang mengindikasikan anak berpotensi masuk Smart Class dapat ditindaklanjuti dengan mengikuti tes kecerdasan lengkap di ACC dengan biaya Rp 80.000. Untuk konsultasi Rp 100.000. Jika daftar tes sekaligus konsultasi cukup membayar Rp 150.000.

Khusus PG, TKB, dan SD Reguler ada potongan 1 juta rupiah. Bagi yang akan masuk SD tetapi daftar sejak PG dapat potongan khusus. Informasi lebih lanjut datang ke kampus SD Kristen 3 YSKI, Jl. Tanjung 14 Semarang. Atau telpon ke 3549914.

Smart Class Chess Competition, January 24th 2010

Senin, 25 Januari 2010

E-Learning, antara Ya dan Tidak

A. Pendahuluan
Persaingan dunia pendidikan semakin hari semakin ketat. Masing-masing lembaga menawarkan fasilitas belajar yang wah. Program pembelajaran juga sering dibuat “seolah-olah” disesuaikan dengan kebutuhan calon peserta didiknya walaupun kenyataannya jauh dari harapan. Tidak jarang sekolah mempromosikan diri sebagai sekolah dengan pembelajaran berbasis komputer. Entah latah atau memang dipersiapkan secara sungguh-sungguh, yang jelas pembelajaran berbasis komputer telah merambah di berbagai tingkatan sekolah, termasuk di dalamnya pendidikan anak usia dini. Permasalahan yang muncul adalah ketika lembaga atau institusi memproklamirkan diri sebagai sekolah yang berbasis komputer (elektronik) atau e-learning banyak guru justru belum memahami apa e-learning itu. Lebih parah lagi guru dalam mengoperasikan komputer masih nunak-nunuk pijer salah.

B. Mengapa harus E-Learning
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berbasis komputer dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Massy bersama Zemsky (1995), dan Pavlik (1996) mengungkapkan manfaat TIK antara lain : (1) Teknologi Informasi (TI) menawarkan efisiensi ekonomis. Sekalipun investasi awal biasanya sangat besar, namun pada tahapan selanjutnya terutama dalam hal pemerolehan informasi biaya penggunaan akan cenderung rendah. (2) TI menawarkan penyeragaman massal: teknologi memungkinkan institusi mengakomodasi perbedaan yang ada pada individu-individu seperti tujuan belajar, gaya belajar dan kemampuan serta kenyamanan belajar, baik bagi mahasiswa maupun universitas, kapan saja dan dimana saja.
Dalam sistem pembelajaran tradisional, guru harus menghadapi multitugas, yakni merancang dan merencanakan pembelajaran, menentukan arah pembelajaran (navigator); memberikan advice pada peserta didik dalam proses belajar-mengajar; instruktur sekaligus mengajar ; mentor, membantu peserta didik berhubungan dan beradaptasi dengan dunia luar, dan ; evaluator. Di dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh TI memberikan keuntungan yakni dapat mengambil alih fungsi guru terutama dalam hal merancang desain belajar mengajar dan instruktur, sementara guru hanya sebagai navigator dan pembimbing. Dengan demikian guru dapat memaksimalkan produktivitas kerjanya di bidang akademis yang lain. Menurut Pavlik (1996), berdasarkan penelitiannya di Amerika Serikat, seperti dikutip Perbawaningsih (2005), pemanfaatan TI dalam pendidikan lebih efektif dan menguntungkan dibanding penggunaan teknologi instruksi konvensional dalam hal: 30% lebih menghemat waktu, 30-40% menghemat biaya dan lebih meningkatkan prestasi mahasiswa.

Dalam konteks electronic learning atau e-learning sebagai salah satu bentuk pembelajaran yang menggunakan teknologi informasi, AW Bates (Bates 1995) dan K Wulf (Wulf 1996), seperti yang dikutip oleh Perbawaningsih (2005), menyebutkan ada 4 keuntungan penyelenggaraan pendidikan semacam ini yaitu: (1) meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity), (2) dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Sifat internet yang tidak mensyaratkan sinkronitas memungkinkan instruktur dan peserta didik dapat terlibat dalam proses pembelajaran dalam waktu dan tempat yang berbeda, (3) sangat mampu menjangkau audience secara luas dan global, dan (4) mudah melakukan pembaruan materi pembelajaran dan menyimpan data/dokumen.


C. Persiapan yang Harus Dilakukan

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berbasis komputer dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Namun demikian, efisiensi dan efektivitas pemanfaatan TIK sangat dipengaruhi mental belajar dan pemahaman teknologi yang tinggi oleh pendidik dan peserta didik. Jika kedua hal tersebut dapat terpenuhi maka penggunaan TIK yang mahal tidak terasa mahal karena manfaat yang diperoleh lebih besar dari cost yang dikeluarkan. Lalu apa saja yang harus dipersiapkan dalam melaksanakan pembelajaran berbasis komputer. Berikut beberapa syarat yang mestinya menjadi perhatian sebelum menetapkan sekolah sebagai lembaga yang proses belajarnya menggunakan pendekatan e-learning :
1. Situasi makro suatu negara, meliputi: (a) sikap positif masyarakat pada teknologi komputer dan internet, yang ditunjukkan dari semakin banyaknya jumlah pengguna dan penyedia jasa internet, (b) harga perangkat komputer yang relative murah dan dapat dimiliki oleh masyarakat, (c) kemampuan teknologi memproses data secara cepat dan kapasitas penyimpanan yang besar, dan (d) luasnya akses atau jaringan komunikasi.
2. Sikap dan perilaku positif pada TIK. Menurut Perbawaningsih (1998) pelatihan komputer, tingkat familiaritas, kebutuhan, dan exposure terhadap informasi yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi merupakan faktor pendorong sikap dan perilaku positif pada TIK.
3. Kemampuan manusia meliputi penguasaan teknologi komputer dan internet untuk kepentingan e-learning, dan kemampuan mengakses internet (Siahaan, 2004). Hal itu berarti guru dan murid harus melek teknologi dan memiliki sikap positif terhadap teknologi.
4. Standarisasi hardware, software maupun dataware.
5. Dukungan pengelola sekolah/yayasan yang maksimal.
D. Kendala
1. Masih banyak guru yang belum mampu mengakses internet. Ketidakmampuan ini bisa jadi karena tidak memiliki kemampuan mengoperasionalkan komputer dan internet, tidak memiliki perangkat komputer, sewa komputer cukup mahal, atau bahkan tidak ada pekerjaan yang mengharuskan mereka menggunakan teknologi ini.
2. Menurut penelitian sebagian besar akademisi mengaku tidak memiliki pendidikan atau pelatihan formal di bidang komputer.
3. Komputer bagi sebagian besar orang masih difungsikan sekadar olah kata (word processing).
4. Pengajar tidak memanfaatkan secara maksimal TIK dalam proses belajar mengajar, misalnya memanfaatkan media presentasi audio visual atau internet untuk menelusuri referensi. Hal ini bisa saja diakibatkan oleh ketidakmampuan pengajar dalam menggunakan beragam aplikasi TIK atau kesulitan pengajar dan peserta didik mengakses teknologi tersebut. Sikap negatif terhadap teknologi.
5. Pengetahuan dan pemahaman teknologi para instruktur di Indonesia ternyata masih tergolong rendah.
6. Gaya belajar peserta didik yang pasif dan semangat belajar mandiri yang rendah. Hal tersebut sangat menghambat pelaksanaan e-learning sebab pembelajaran berbasis komputer tentunya diperlukan semangat belajar yang tinggi sehingga menimbulkan gaya belajar aktif dan mandiri.
Dari uraian di atas, betapa banyak permasalahan yang menghadang di depan rencana pelaksanaan E-Learning di suatu sekolah. Niat baik untuk maju dan sikap positif terhadap kemajuan teknologi saja tidak cukup bagi sekolah atau institusi pendidikan dalam melaksanakan E-Learning. Mesti harus dipersiapkan sungguh-sungguh, baik SDM, program, konten, dan kebijakan-kebijakan yang menjadi landasan pelaksanaan E-Learning. Pada era teknologi ini, E-Learning menjadi suatu kebutuhan. Namun demikian, kajian yang mendalam melalui studi lapangan yang jujur kiranya dapat digunakan sebagai tolok ukur kesiapan sebuah lembaga pendidikan melaksanakan E-Learning. Penggunaan istilah E-Learning hanya sekedar gagah-gagahan atau mungkin latah sangat tidak bermanfaat bagi siapa pun terutama masyarakat sekolah itu sendiri sebab mereka adalah pihak pertama yang menjadi sasaran penilaian dan evaluasi masyarakat menyangkut konsistensi antara apa yang pernah disampaikan dengan kenyataan di lapangan.

Refrerensi :
Massy, W.F. and Zemsky R. 1995. Using Information Technology to Enhance Academic
Productivity. Http://www.educom.edu/program/nlii/keydocs/massy.htm.
Pavlik J. 1996. New Media Technology. Cultural and Commercial Perspectives. Singapore: Allyn
and Bacon.
Perbawaningsih J. 1998. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku terhadap
Personal Computer. Analisis Perbandingan Budaya Teknologi di Kalangan Akademisi
Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta: Kasus di Universitas Gadjah Mada dan Universitas
Atma Jaya Yogyakarta. Thesis. Jakarta. Program Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi
Universitas Indonesia.
Siahaan S. 2004. E-Learning (Pembelajaran Elektronik) sebagai Salah Satu Alternatif Kegiatan
Pembelajaran. Dalam “Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Edisi Januari 2004 Tahun ke
10 No 46”. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan
Nasional.

Tidak ada komentar: